Inilah aku. Seorang gadis dalam peraduan nasib. Yang berkelana seorang diri di daerah orang. Demi memintal benang-benang impian untuk merajut masa depan.
***
Seorang
gadis duduk di sebuah danau sambil melempar sebuah batu ke air. Pandangannya
tertuju pada air yang beriak karena lemparan batunya. Beberapa kali ia menghela
napas. Lalu mengedarkan pandangannya ke langit. Biru sekali tanpa ada
tanda-tanda jajahan dari awan-awan hitam. Ia lalu berbaring di atas rumput dan
meletakkan tangannya di atas mata untuk menutupi silaunya pancaran cahaya
matahari.
“Kamu payah,” ujar seseorang.
Gadis
itu terperanjat. Ia lalu beranjak dan mendapati seorang laki-laki sedang duduk
di sampingnya sambil menatap tajam ke arahnya. Gadis itu mengerutkan keningnya.
“Kamu
siapa?” tanya gadis itu.
“Kamu
tak perlu tahu siapa aku. Sekarang yang harus kamu lakukan. Kamu harus bangkit.
Jangan pedulikan mereka yang memandang sebelah mata pada dirimu,” ujarnya.
“Darimana
kamu mengetahuinya?” tanya gadis itu terkejut.
Laki-laki
itu tersenyum lalu berkata, “Kamu akan tahu suatu hari nanti. Yang penting
lakukan saja apa yang aku katakan.”
Gadis
itu berpikir sejenak. Ketika dia hendak menanyakan sesuatu laki-laki itu telah
raib. Tinggallah ia sendiri dalam tanda tanya yang besar.
***
Mereka
mentertawakannya lagi. Mereka mengerumuni gadis itu sambil menghujatnya. Gadis
itu hanya melipat kakinya. Ia merasa kecil dan terpuruk.
Sebuah tangan menariknya
keluar dari kerumunan itu. Gadis itu menatap pemilik tangan itu. Ia merasa
tidak asing. Tetapi ia lupa dimana pernah berjumpa dengan pemilik tangan itu.
Mereka berhenti di sebuah
bangku taman sekolah. Gadis itu lalu duduk sambil memicingkan mata. Berusaha
mengingat dimana ia pernah berjumpa dengan laki-laki yang menyeretnya keluar
dari kerumunan.
“Bukankah aku pernah
mengatakan padamu? Kamu harus bangkit. Tulikan telingamu dari perkataan mereka
yang memandang sebelah mata pada dirimu,” ujar laki-laki itu sambil menatap ke
arah gadis itu.
Gadis itu ingat dimana ia
pernah berjumpa dengan laki-laki itu. Tetapi bukan itu yang penting. Ada hal
lain yang ingin ia tanyakan.
“Kenapa kamu bisa tahu?”
tanya gadis itu.
“Karena aku adalah kamu,”
ujar laki-laki itu.
Gadis itu mengerutkan
keningnya. Ia tidak mengerti dengan perkataan laki-laki itu. Ia hendak
mengatakan sesuatu tetapi lelaki itu menyela.
“Aku tahu apa yang kamu
pikirkan. Sekarang bukan itu yang penting. Lakukan apa yang pernah aku
katakan,” ucap laki-laki itu.
Gadis itu menunduk. “Aku tak
bisa.”
Laki-laki itu memegang kedua
pundak gadis itu lalu memandangnya lekat-lekat. “Aku tahu kamu pasti bisa.
Jangan tanyakan kenapa aku bisa mengetahuinya. Tetapi yakinlah pada dirimu kamu
akan menggapai apa yang kamu inginkan. Kuncinya hanyalah percaya pada dirimu
dan berusaha.”
Mata laki-laki itu seakan
memancarkan energi yang kuat. Ada sebuah perasaan aneh yang membuat gadis itu
percaya pada dirinya lagi. Lengkungan manis kembali mengukir wajah gadis itu.
Laki-laki itu juga ikut tersenyum. Matanya yang dulu meredup mulai berbinar
terang, Sebuah pengharapan muncul dari bola mata gadis itu.
***
Inilah aku. Seorang gadis dengan sejuta mimpi yang
berhasil bangkit dari lembah berduri. Mimpiku untuk mengukir lembar sejarah
telah terwujud. Dengan imajinasi-imajinasiku, aku ingin mereka mengenangku
dalam rangkaian-rangkaian kata yang kubuat.
Inilah aku. Seorang gadis
pengelana yang bersua melalui kertas dan tinta. Mimpiku untuk menghasilkan
karya telah terlaksana.
Aku teringat. Aku ingin
berterima kasih padanya. Laki-laki yang membangkitkan semangatku. Tetapi aku
menyadarinya. Sesungguhnya ia tak pernah ada.***