Unibkita|| Cerpen
ini ditulis oleh mahasiswa dari Fisip Universitas Bengkulu, sebut saja namanya Nayatul Insan. Semoga menikmati cerita pendek ini, dan nantikan kelanjutanya
lagi:)
Detik-detik
favorit akhirnya sudah tiba, detik
dimana dosen mulai melangkah
meninggalkan ruang kuliah dan itu sebagai tanda kebebasan telah tiba. Dalam ruangan yang
dianggapnya penjara kebebasan
itu. Seperti
anak muda lainnya dia habiskan waktu luangnya menikmati aktifitas hura-huranya, jalan sana-sini, tongkrong sana
tongkrong sini, loncat
sana sini, pacaran
gonta-ganti, happy-happy
sampai berkelahi pun jadi hobi. Tak pernah terpikir
olehnya barang kali esok akan mati,
selama
hidupnya selalu seperti itu.
Anak muda itu bernama Arya. Seorang pemuda yang
malas dan sukanya aneh-aneh,
sore
itu bersama teman-temannya dia berjalan menuju sebuah taman untuk beristirahat
sambil menyantap makanan. Sementara
teman-temannya membeli makanan dia berjalan sendirian mencari tempat yang
nyaman untuk bersantai. Dia
melangkahkan kakinya bersama desah nafas terdalamnya menikmati sejuk dan
rindangnya taman itu. Akhirnya
dia menemukan sebuah bangku panjang
yang menurutnya nyaman untuk
bersantai sambil menyantap makanan nantinya.
Didapatinya sebuah kaca mata ada di sebelahnya ketika
beberapa detik dia duduk di bangku itu dan menoleh kesebelahnya. Kaca mata itu seperti
sedang melihatnya dalam posisinya bisu dengan lensanya yang cukup lebar. Sejenak dia termenung
melihat kaca mata itu. Betapa
dia melihat begitu dalam dan jelasnya bahwa dirinya ada disana, di dalam lensa itu. Seolah dia sedang bicara dalam hatinya itulah dirinya, wajah dan mungkin gaya
hidupnya. Sempat
terpikir olehnya “kaca mata
siapa ini?”. Maka
disimpannya kaca mata itu, dan
melihat teman-temannya sudah datang
kepadanya.
Saat Arya dan teman-temannya sedang asik
ngobrol sambil menikmati makanan, tampak seorang
perempuan di ujung pandangnya dengan
jilbab panjangnya yang terlihat sedang mencari sesuatu, Arya pun mencoba bertanya pada
temannya itu.
“Apa kalian mengenal dia?”
“Apa kalian mengenal dia?”
“Namanya
Naya, dia satu tingkat di
atas kita”, ujar
teman-temannya diiringi senyum curiga, hingga akhirnya
menertawakannya. Entah
apa yang ada di otak mereka.
.................................................
.................................................